Kata cinta dalam Al Qur’an disebut Hubb (mahabbah) dan Wudda (mawaddah), keduanya memiliki arti yang sama yaitu menyukai, senang, menyayangi.
Sebagaimana dalam QS Ali Imron : 14 “Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga).” Dalam ayat ini Hubb adalah suatu naluri yang dimiliki setiap manusia tanpa kecuali baik manusia beriman maupun manusia durjana.
Adapun Wudda dalam QS Maryam : 96 “ Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal sholeh, kelak Allah yang maha pemurah akan menanamkan dalam hati mereka kasih sayang ” jadi Wudda (kasih sayang) diberikan Allah sebagai hadiah atas keimanan, amal sholeh manusia. Dipertegas lagi dalam QS Ar Rum : 21 “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah ia menciptakan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” Dalam ayat inipun Allah menggambarkan ‘cenderung dan tentram’ yang dapat diraih dengan pernikahan oleh masing-masing pasangan akan diberi hadiah (ja’ala) kasih sayang dan rahmat.
Dalam fil gharibil Qur’an dijelaskan bahwa hubb sebuah cinta yang meluap-luap, bergejolak. Sedangkan Wudda adalah cinta yang berupa angan-angan dan tidak akan terraih oleh manusia kecuali Allah menghendakinya, hanya Allah yang akan memberi cinta Nya kepada hamba yang dkehendakiNya. Allah yang akan mempersatukan hati mereka. Walaupun kamu belanjakan seluruh kekayaan yang ada di bumi, niscaya kamu tidak akan mendapatkan kebahagiaan cinta jika Allah tidak menghendakiNya. Oleh karena itu terraihnya cinta—wudda pada satu pasangan itu karena kualitas keimanan ruhani pasangan tersebut. Semakin ia mendekatkan diri kepada sang Maha Pemilik Cinta maka akan semakin besarlah wudda yang Allah berikan pada pasangan tersebut.
Cinta inilah yang tidak akan luntur sampai di hari akhir nanti sekalipun maut memisahkannya, cinta yang atas nama Allah, mencintai sesuatu atau seseorang demi dan untuk Allah.
(aku rasa nak nangis je baca ayat ni)
Merupakan kebutuhan yang sangat besar melebihi makan, minum,
nikah dan sebagainya, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata:
"Didalam hati manusia ada rasa cinta terhadap sesuatu yang ia
sembah dan ia ibadahi ,ini merupakan tonggak untuk tegak dan
kokohnya hati seseorang serta baiknya jiwa mereka. Sebagaimana
pula mereka juga memiliki rasa cinta terhadap apa yang ia makan,
minum, menikah dan lain-lain yang dengan semua ini kehidupan
menjadi baik dan lengkap.Dan kebutuhan manusia kepada
penuhanan lebih besar daripada kebutuhan akan makan, karena jika
manusia tidak makan maka hanya akan merusak jasmaninya, tetapi
jika tidak mentuhankan sesuatu maka akan merusak jiwa/ruhnya.
(Jami' Ar-Rasail Ibnu Taymiyah 2/230)
Sebagai hiburan ketika tertimpa musibah Berkata Ibn Qayyim, "SesungguhNya orang yang mencintai sesuatu akan mendapatkan lezatnya cinta manakala yang ia cintai itu bisa membuat lupa dari musibah yang menimpanya. Ia tidak merasa bahwa itu semua adalah musibah, walau kebanyakan orang merasakannya sebagai musibah. Bahkan semakin menguatlah kecintaan itu sehingga ia semakin menikmati dan meresapi musibah yang ditimpakan oleh Dzat yang ia
cintai. (Madarijus-Salikin 3/38).
Menghalangi dari perbuatan maksiat.
Berkata Ibnu Qayyim (ketika menjelaskan tentang cinta kepada Allah): "Bahwa ia merupakan sebab yang paling kuat untuk bisa bersabar
sehingga tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya. Karena sesungguhnya seseorang pasti akan mentaati sesuatu yang dicintainya; dan setiap kali bertambah kekuatan cintanya maka itu berkonsekuensi lebih kuat untuk taat kepada-Nya, tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya.
Menyelisihi perintah Allah dan bermaksiat kepada-Nya hanyalah bersumber dari hati yang lemah rasa cintanya kepada Allah.Dan ada
perbedaan antara orang yang tidak bermaksiat karena takut kepada tuannya dengan yang tidak bermaksiat karena mencintainya.
Sampai pada ucapan beliau, "Maka seorang yang tulus dalam cintanya, ia akan merasa diawasi oleh yang dicintainya yang selalu menyertai hati
dan raganya. Dan diantara tanda cinta yang tulus ialah ia merasa terus-menerus kehadiran kekasihnya yang mengawasi perbuatannya. (Thariqul Hijratain, hal 449-450)
• Cinta kepada Allah akan menghilangkan perasaan was-was.
Berkata Ibnu Qayyim, "Antara cinta dan perasaan was-was terdapat perbedaan dan pertentangan yang besar sebagaimana perbedaan antara ingat dan lalai, maka cinta yang menghujam di hati akan menghilangkan keragu-raguan terhadap yang dicintainya. Dan orang yang tulus cintanya dia akan terbebas dari perasaan was-was karena
hatinya tersibukkan dengan kehadiran Dzat yang dicintainya tersebut. Dan tidaklah muncul perasaan was-was kecuali terhadap orang yang lalai dan berpaling dari dzikir kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan tidaklah mungkin cinta kepada Allah bersatu dengan sikap was-was. (Madarijus-Salikin 3/38)
• Merupakan kesempurnaan nikmat dan puncak kesenangan.
Berkata Ibn Qayyim, "Adapun mencintai Rabb Subhannahu wa Ta'ala maka keadaannya tidaklah sama dengan keadaan mencin-tai selain-Nya karena tidak ada yang paling dicintai hati selain Pencipta dan Pengaturnya; Dialah sesembahannya yang diibadahi, Walinya, Rabb-nya, Pengaturnya, Pemberi rizkinya, yang mematikan dan menghidupkannya. Maka dengan mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala akan menenteramkan hati, menghidupkan ruh, kebaikan bagi jiwa menguatkan hati dan menyinari akal dan menyenangkan
pandangan, dan menjadi kayalah batin. Maka tidak ada yang lebih nikmat dan lebih segalanya bagi hati yang bersih, bagi ruh yang baik dan bagi akal yang suci daripada mencintai Allah dan rindu untuk bertemu dengan-Nya.
Kalau hati sudah merasakan manisnya cinta kepada Allah maka hal itu tidak akan terkalahkan dengan mencintai dan menyenangi selain-Nya. Dan setiap kali bertambah kecintaannya maka akan bertambah pula penghambaan, ketundukan dan ketaatan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan membebaskan diri dari penghambaan, ketundukan ketaatan kepada selainNya."
(Ighatsatul-Lahfan, hal 567)
Mereka yang dicintai Allah Subhannahu wa Ta'ala :
• Attawabun (orang-orang yang bertaubat), Al-Mutathahhirun (suka
bersuci), Al-Muttaqun (bertaqwa), Al-Muhsinun (suka berbuat baik) Shabirun (bersabar), Al-Mutawakkilun (bertawakal ke-pada Allah) Al-
Muqsithun (berbuat adil).
• Orang-orang yang berperang di jalan Allah dalam satu barisan seakan-akan mereka satu bangunan yang kokoh.
• Orang yang berkasih-sayang,lembut kepada orang mukmin.
• Orang yang menampakkan izzah/kehormatan diri kaum muslimin di
hadapan orang-orang kafir.
• Orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Allah.
• Orang yang tidak takut dicela manusia karena beramal dengan sunnah.
• Orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah wajib.
SEBAB-SEBAB UNTUK MENDAPATKAN CINTA
ALLAH
• Membaca Al-Qur'an dengan memikirkan dan memahami maknanya.
• Berusaha mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah yang wajib.
• Selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala , baik dengan lisan, hati maupun dengan anggota badan dalam setiap keadaan.
• Lebih mengutamakan untuk mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala
daripada dirinya ketika hawa nafsunya menguasai dirinya.
• Memahami dan mendalami dengan hati tentang nama dan sifat-sifat
Allah.
• Melihat kebaikan dan nikmatNya baik yang lahir maupun yang batin.
• Merasakan kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Allah.
• Beribadah kepada Allah pada waktu sepertiga malam terakhir (di
saat Allah turun ke langit dunia) untuk bermunajat kepadaNya, membaca Al-Qur'an , merenung dengan hati serta mempelajari adab dalam beribadah di hadapan Allah kemudian ditutup dengan istighfar dan taubat.
• Duduk dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang tulus kepada Allah dari para ulama dan da'i, mendengarkan dan mengambil nasihat mereka serta tidak berbicara kecuali pembicaraan yang baik.
• Menjauhi/menghilangkan hal-hal yang menghalangi hati dari mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala. (Disadur dari kalimat mutanawwi'ah fi abwab mutafarriqah karya Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd oleh Abu Muhammad).
cukup kot...ini sahaja..perkongsian aja...rasa tertarik dengan tajuk nih... n unik...kakakakakaka
ntah pe nak tulis pasal nih...dah lupa... dia mai kejap je....pastu ilang
iman itu didalam hati...cinta jua...
Tiada ulasan:
Catat Ulasan